Senin, 30 Juli 2012

evilplans?

Rencana gila, entah mendapat teladan darimana saya menjadi seorang evil planner. tidak jarang banyak yang menilai saya dengan omongan yang terkesan meremehkan, menganggap saya tidak waras dan kurang realistis.
Katanya setiap orang itu boleh memimpikan apapun? Lantas mengapa tidak bermimpi setinggi-tingginya? Lagipula tidak ada tarif untuk bermimpi.
Katanya kalo mimpi tinggi itu nanti jatuhnya sakit. Ah, pengecut sekali. Bukannya kalo bola dilempar ke tembok dengan lebih keras akan menghasilkan pantulan yang lebih jauh? Sama seperti busur panah yang ditarik lebih kencang dari biasanya keatas akan menghasilkan jarak busur yang maksimal tingginya. Intinya, mimpi yang besar pasti mendorong kita untuk berjuang melebihi dari biasanya.
Kalau buku yang pernah saya baca bilang, lebih baik merencanakan hal yang besar namun gagal mencapainya daripada berhasil mencapai rencana kecil. Sepertinya bule yang membuat statement tersebut juga seorang planner ulung.

Kalau saya memimpikan mempunyai bisnis properti dan kuliner, semua orang seperti mencoba membangunkan saya, tentang modal misalnya. yah, modal darimana? bisa kuliah saja itu sudah untung.
Memangnya kenapa!? toh, saya kuliah saja dulu hanya sebuah mimpi. mimpi segelintir anak kampung terpencil yang sering jadi ocehan temen-temen. seolah saya nggak sadar diri. hello, gue emang anak kampung yang nggak semua signal HP nyangkut dikampung gue, dan Bapak gue cuma PNS biasa, tapi sekarang gue duduk bareng di kursi yang sama dan memperoleh hak yang sama disini sama lo! dan gue punya banyak temen. bonusnya, gue punya mimpi. adalah hal yang bisa menjadi motivasi saya di tanah rantau selama ini.
Lagipula saya punya Tuhan yang baik hati dan punya segalanya. nggak perhitungan lagi buat ngasih sesuatu. ngapain cemas?

Mimpi memang butuh aksi nyata. Ah, ini yang sulit. Ketika saya memimpikan kuliah di ITB, ternyata belajar 16jam sehari saja tidak cukup. untuk anak sekelas saya waktu itu, seharusnya belajar 25jam dalam sehari. supercamp. Yah, itu salah satu cara yang saya tempuh untuk bisa mencapai mimpi kuliah di ITB. sebulan mentoring di Bandung, dibantai dengan materi snmptn yang membuat peradangan otak akut temporer kala itu. tenyata gagal. mimpi kuliah di kampus ganesha gagal. Mungkin memang takdir saya harus di Jokja ini. ternyata gagal memang sakit. 2 semester belum cukup mengobati sakitnya waktu itu. Mungkinkah ini resiko mempunyai rencana gila bisa kuliah di tempatnya putra puteri terbaik bangsa? Ah, sudahlah. gagal itu bagian dari proses. toh mimpi itu masih tetap ada, bangkit itu yang perlu.
Kini, menjelang tahun (kewajiban) lulus, sensitivitas saya meningkat berbicara soal mimpi. Ah, masih ingatkah saya dengan mimpi? mana aksinya?
TA? emang udah kelar?
nyambi kerjaan di BPN? emang cukup?
jualannya? laku nggak?
sedekahnya masih perhitungan nggak?
Ih, makin realistis. Mimpi memang mahal. perlu effort yang maksimal untuk mencapainya. percaya saja tidak cukup. perlu aksi buat make it happen!

Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.
Arai, laskar pelangi.

3 komentar:

  1. the future belongs to those who believe in the beauty of their dreams..

    BalasHapus
  2. hmm evil plans.. kayaknya setipe klo aku lagi evil smirk.. ngehehehe
    emm untuk rencana yg gila kamu masih jauh dari julukan gila mur... *evilsmirk

    semangkaa ! *aduh inget puasa

    BalasHapus