Rabu, 11 April 2012

si penipu ulung, Sumbing

         Menjadi kuat memang bukan selamanya pilihan, hanya jika kita mampu itulah yang membuat pilihan menjadi keharusan. Yeah! kalimat sederhana yang kemudian memacu semangat tingkat dewa untuk segera menyudahi keletihan menuju puncak Sumbing. Betapa atraksi yang alam suguhkan selalu membuat kami tertunduk menguntai pujian syukur pada pencipta alam ini.
Sebenarnya ada lagi kalimat bagus yang saya contek pada suatu acara tivi waktu itu. "If I am with God, who dares?" hm, jika saya bersama Tuhan, siapa yang berani pada saya. Terkesan sombong yah? tapi manjur kala saya harus nahan merinding dihadapkan pada kondisi mencekam di Gunung Sumbing yang angker itu.
        Ini termasuk pendakian terlama saya. Dua malam kami, 10 anak muda Indonesia (hehe), harus menyerah pada keangkuhan dingin Sumbing hingga memutuskan untuk bermalam disisi bahunya yang sempit. Tapi, keindahan yang terbentang sejauh mata memandang tidak pernah menyurutkan semangat kami waktu itu. Didepan kami pucuk Sindoro dan Slamet menyapa, betapa gunung juga bersahabat!, disisi atas kami kerlipan bintang berhamburan, dan dibawahnya? lampu-lampu kota senantiasa membuat kami senyum-senyum sendiri.    
          Bener kata quotes yang pernah saya denger dari temen "dakilah gunung, jelajahi negeri dan belantara hutan, seberangi lautan, maka kita akan tahu untuk siapa dan untuk apa kita hidup". Dibalik puncak lelahnya pendakian, membuat saya semakin tahu batas ego dan bagaimana memproporsikan antara keinginan dan kemampuan. Ternyata sedikit sulit :3
         Hampir 10 jam pendakian terasa sedikit menyenangkan menyambut tautan kabut dingin yang kadang-kadang menyejukan tenggorokan. Tapi memang Sumbing penipu ulung. Dia pandai sekali menipu para pendaki dengan melibatkan bukit-bukit di bahunya untuk mempermainkan kami, pendaki mana saja yang belum tahu, pasti menganggap bukit-bukit yang didepannya itu adalah puncak! Sial. Kurang lebih 3 puncak bukit yang kami lalui ternyata bukan akhir dari perjalanan kami itu.
        Sendi-sendi yang mulai mengeluh sempat membuat saya hampir putus asa untuk melanjutkan perjalanan, saya akui ini memang pendakian saya yang terberat. Mungkin karena didukung oleh kesebalan saya pada karakter Sumbing yang angker dan jahil. Tapi toh akhirnya saya bisa sampai pada puncak tertinggi gunung itu. 
 Lihat kawahnya! How prestigious experience!
         Rasa sakit yang kemudian memaksa untuk menitikan airmata bukan lagi soal jika mengingat hal itu. Tidak ada ucapan perpisahan untuk puncak kala kami hendak menuruni gunung. Dan kalimat yang tidak sempat kami ucapkan disana, biar kami masing-masing dan Allah yang tahu.
Sebuah negara tidak akan pernah kekurangan pemimpin apabila anak mudanya sering bertualang di hutan, gunung, dan lautan. 
Sir Henry Dunant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar