Jumat, 20 April 2012

karena saya Indonesia

             Pak BeYe. Sebutan untuk presiden Indonesia tercinta. Berawal dari kuliah umum Pak Rektor yang saya ikuti pada acara khusus beberapa waktu yang lalu, menjadi pendorong saya buat nulis ini. Waktu itu Pak Rektor bilang, “Seberapa pun saya telah melakukan banyak hal untuk UGM, saya pasti akan menerima hujatan. Sebesar apapun pemimpin sudah bertindak untuk rakyatnya, pasti ada saja yang mendemo. Semua pemimpin tahu itu. Dan memang itu lah resiko menjadi pemimpin”.
            Kalau kata dosen yang kuliahnya pernah saya ikuti, dengan keluhan anggunnya, beliau bilang, “Broadcast sekarang kok sepertinya menggerus rasa nasionalisme ya? Hati-hati lho kalau nonton tivi. Banyak acara-acara tivi yang sedikit demi sedikit menghilangkan rasa nasionalis kita, budaya kita, dan karakter bangsa. Heran. Semua digadaikan untuk bisnis. Kok mau-maunya ya kita nerima tontonan yang tidak berkarakter (baca = sinetron), setiap hari hanya untuk menggaji produser asing itu. Kalau begini terus apa iya 50 tahun lagi masih ada Negara Indonesia di dunia ini? Ada lagi iklan pertambangan migas asing yang kayaknya bagus banget, iklannya bilang, bakti kami untuk negeri. Ya iyalah itu memang harus. Wong sudah ngeruk harta kita habis-habisan masa nggak berkontribusi untuk Indonesia. Kalo ada iklan itu, langsung saya ganti chanel. Sebobrok-bobroknya negeri ini, tetap saja ini milik kita. Mbok kita nggak usah ikut-ikutan menjelek-jelekan negeri sendiri yah”.
            Hm, saya kembali tertampar mengingat bahwa saya belum ada kontribusi apa-apa untuk negeri ini. Kondisi Indonesia yang sekarang ini justru perlu banyak action positif terutama oleh para pemudanya. Bila memahami sederhananya, para turis datang ke Indonesia tidak mungkin untuk belanja di Mall, makan Pizza Hut, atau nonton boy band/ girl band  Indonesia. Iya kan? Apa iya misalnya kita ke Eropa cuma mau beli nasi padang di sana? Asosiasinya begitu. Kita tahu apa yang mereka ingin lihat di Negeri ini, apa yang ingin mereka tahu tentang Bangsa ini. Lalu pertanyaannya, siapa nanti yang meneruskan jamuan tamu asing itu di Negeri ini?
Inilah Indonesia dengan pemimpin yang diam adalah wibawanya. Menurut saya. Karena saya cinta SBY. Melalui buku mantan jubir presiden, Dino Pati DJalal, Harus Bisa, sedikit banyak saya mulai memahami sikap beliau yang seperti ini dan seperti itu. Terserah semua mau bilang apa, yang saya tahu, SBY orang baik. Tidak adil kalau beliau selalu diberitakan sisi negatif melulu yang membuat banyak rakyat benci pada beliau. Padahal sisi positif beliau juga tidak kalah hebat dengan pemberitaan itu. Tidak jarang saya suka nangis kalo bapak presiden lagi dijelek-jelekin sama penyiar berita yang dibayar itu.
Pokoknya mau diberitakan seperti apa, yang saya tahu, SBY tulus.
Saya cinta SBY karena saya Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar