Pak
BeYe. Sebutan untuk presiden Indonesia tercinta. Berawal dari kuliah umum Pak
Rektor yang saya ikuti pada acara khusus beberapa waktu yang lalu, menjadi
pendorong saya buat nulis ini. Waktu itu Pak Rektor bilang, “Seberapa pun saya telah
melakukan banyak hal untuk UGM, saya pasti akan menerima hujatan. Sebesar apapun
pemimpin sudah bertindak untuk rakyatnya, pasti ada saja yang mendemo. Semua
pemimpin tahu itu. Dan memang itu lah resiko menjadi pemimpin”.
Kalau kata dosen yang kuliahnya
pernah saya ikuti, dengan keluhan anggunnya, beliau bilang, “Broadcast sekarang kok sepertinya
menggerus rasa nasionalisme ya? Hati-hati lho kalau nonton tivi. Banyak
acara-acara tivi yang sedikit demi sedikit menghilangkan rasa nasionalis kita,
budaya kita, dan karakter bangsa. Heran. Semua digadaikan untuk bisnis. Kok
mau-maunya ya kita nerima tontonan yang tidak berkarakter (baca = sinetron), setiap
hari hanya untuk menggaji produser asing itu. Kalau begini terus apa iya 50
tahun lagi masih ada Negara Indonesia di dunia ini? Ada lagi iklan pertambangan
migas asing yang kayaknya bagus banget, iklannya bilang, bakti kami untuk
negeri. Ya iyalah itu memang harus. Wong
sudah ngeruk harta kita habis-habisan masa nggak berkontribusi untuk Indonesia.
Kalo ada iklan itu, langsung saya ganti chanel.
Sebobrok-bobroknya negeri ini, tetap saja ini milik kita. Mbok kita nggak usah
ikut-ikutan menjelek-jelekan negeri sendiri yah”.
Hm, saya kembali tertampar mengingat
bahwa saya belum ada kontribusi apa-apa untuk negeri ini. Kondisi Indonesia
yang sekarang ini justru perlu banyak action
positif terutama oleh para pemudanya. Bila memahami sederhananya, para turis
datang ke Indonesia tidak mungkin untuk belanja di Mall, makan Pizza Hut,
atau nonton boy band/ girl band Indonesia. Iya kan? Apa iya misalnya kita ke
Eropa cuma mau beli nasi padang di sana? Asosiasinya
begitu. Kita tahu apa yang mereka ingin lihat di Negeri ini, apa yang ingin
mereka tahu tentang Bangsa ini. Lalu pertanyaannya, siapa nanti yang meneruskan
jamuan tamu asing itu di Negeri ini?
Inilah Indonesia dengan pemimpin
yang diam adalah wibawanya. Menurut saya. Karena saya cinta SBY. Melalui buku mantan
jubir presiden, Dino Pati DJalal, Harus Bisa, sedikit banyak saya mulai
memahami sikap beliau yang seperti ini dan seperti itu. Terserah semua mau
bilang apa, yang saya tahu, SBY orang baik. Tidak adil kalau beliau selalu diberitakan
sisi negatif melulu yang membuat banyak rakyat benci pada beliau. Padahal sisi
positif beliau juga tidak kalah hebat dengan pemberitaan itu. Tidak jarang saya
suka nangis kalo bapak presiden lagi dijelek-jelekin sama penyiar berita yang
dibayar itu.
Pokoknya
mau diberitakan seperti apa, yang saya tahu, SBY tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar