Persiapan mulai dari 06.30 WIB sudah dikampus dan hampir sejam kemudian baru memulai perjalanan. Kali Elo adalah salah satu sungai yang hulunya dari Merapi di daerah Muntilan, kurang lebih 40 Km utara dari Kota Yogyakarta adalah tujuan kami. Ditemani cuaca sejuk sabtu pagi dengan banyak kesibukan disepanjang jalan, sesekali saya menunduk melihat handphone. Berharap ada sms yang menanyakan sedang apa saat itu, dan kau tahu? Hanya dengan ditanya saya bisa memamerkan kepada dunia bahwa saya akan melakukan hal luar biasa lagi. Rafting!
Awal mula yang ingin saya ceritakan setelah sampai lokasi adalah kegundahan hati saya. Belum-belum mulai meluncur diatas perahu karet dengan kapasitas tak lebih dari 7 orang, saya udah ragu-ragu akan keselamatan jiwa raga saya dan keselamatan temen-temen saya. Padahal helm, pelampung, dayung dan sandal sudah menempel di badan masing-masing.
Jadi yang pertama membuat saya gundah adalah si guide yang ada di perahu karet kami. Kenapa begitu? Gimana enggak lha wong baru masuk perahu sebelum jalan kita udah dikagetin sama bapaknya yang kecebur. Gimana nasib keberlangsungan kami jadi anak pandunya ntar coba? Yah walaupun akhirnya kita tahu bahwa ternyata itu diceburin sama lawannya sih.. aman! (teriak kami dalam hati). Aura positif beliau kemudian muncul, dengan gesit si bapak dayung kanan dayung kiri menyeimbangkan perahu kami. Meskipun lama-lama belangnya ketahuan juga. Akhirnya, sebutan saya untuk bapak yang luarbiasa ini adalah penjahat (ngampunten nggeh pak!). Penjahat yang berhasil menceburkan orang paling banyak selama arum jeram yaaa si bapak ini. Bahkan dari perahu sebelah pun nggak kelewat dicantolin pelampungnya sama dayungnya si bapak. Saya teriakin aja tuh si bapak “Kereeeeeeen”.
Kegundahan hati saya yang berikutnya tak lain dan tak bukan adalah partner-partner saya di perahu, mereka adalah Elzha, Ari, Widi, Ebes/ Gilang dan Mira. Bukan masalah sebenarnya tapi berhubung ada 1 autis si Widi dan kelakuan Ebes yang senantiasa mencurigakan itu membuat saya harus terus meningkatkan kewaspadaan. Belum lagi si Mira yang dari awal sudah menggantungkan hidup dan matinya pada saya. Haha. Ngakunya dia nggak bisa berenang, jadi dia minta dijagain gitu. Yaudah si saya percaya saja sama Tuhan Yang Maha Esa (Lho!). Dan benar saja! 3 kali saya kecebur hasil kejahatan Widi si partner sebelah. Masih wajar kalau ngejoroknya normal, nah ini dengan biadabnya Widi nglempar saya dengan posisi saya yang kejungkel terus alias kepala dulu yang nyampe air. Belum lagi setiap jeram yang kita lalui dihiasi sama teriakan dia yang jijik banget deh pokoknya. Jadi yang tadinya peluit saya, Mira sama Elzha udah baguuus gitu..ditambahin teriakan Widi jadi kacau banget. Wagu dangdut gitu. Pernah denger suaranya orang makan botol dikolaborasi sama kucing mau kawin? Nggak enak banget kan??
Kecurigaan saya berikutnya memang tidak meleset sama sekali. Di tengah perjalanan tiba-tiba aja perahunya kempesss.. dan kau tahu? Lubang pompa yang kempes itu yang didudukin sama Ebes! Tragedi mengerikan bukan? Ckck. Walhasil kami yang ber7 segera meminta bantuan perahu lainnya maka terjadilah perpindahan massa dari perahu kami ke perahu lain. Elzha dan Mira migrasi, dan tinggalah ber5. Niat busuk kami ber6 selanjutnya tidak terlaksana karena itu, karena satu-satunya target udah lenyap. Yah..Mira yang ngakunya takut tenggelam nggak berhasil kami ceburin. Abis itu saya yakin deh bapak guidenya dalam hati “Dosa apa gue ya Tuhaaaaaa...nnn!!??!” (gayanya Raditya Dika). Biarpun ekspresi beliau akhirnya yang terealisasi “Kalau kempes gini pasti tadi pagi ada yang nggak mandi!”.
Eniwei perjalanan tidak sampai disitu. Perahu kami yang memprihatinkan itu masih bisa jalan meskipun sekonyong-konyong bebannya meningkat! Tapi sungguh pengalaman berharga mati yang nggak bisa lagi saya sampaikan dengan kata-kata. Hingga akhirnya kami dapat menuntaskan agenda ini sampai beres tentunya dengan oleh-oleh yang patut diperhitungkan. Suara serak.